Inovasi Pembelajaran Hukum: Edu-Komik Strip Kontekstual Lahir untuk Dongkrak Kuliah Berbasis Masalah

Tim peneliti Departemen Hukum dan Kewarganegaraan Universitas Negeri Malang meluncurkan sebuah terobosan berupa Edu-Komik Strip Pendidikan Hukum Kontekstual untuk mengatasi tantangan perkuliahan hukum yang kerap dianggap kaku dan jauh dari realitas. Inovasi media ajar berbasis visual ini dirancang khusus sebagai suplemen pendukung perkuliahan berbasis masalah (Problem-Based Learning/PBL) untuk mampu memberikan daya tarik dan relevansi dalam memahmi kompleksitas hukum tanah air.

Penelitian pengembangan ini berangkat dari kegelisahan akan metode konvensional yang kurang efektif dalam PBL. Pendekatan PBL menuntut mahasiswa untuk aktif menganalisis kasus nyata, namun sumber belajar yang ada seperti textbook atau jurnal seringkali dirasa terlalu tekstual dan juga abstrak. Oleh sebab itu, proses identifikasi masalah hukum, analisis, dan diskusi menjadi kurang optimal.

Pemilihan format komik strip sebagai solusi juga bukanlah kebetulan. Raisha Haffandi, selaku ketua tim peneliti mengatakan bahwa “tim peneliti melakukan serangkaian observasi awal untuk mengungkap beberapa masalah krusial, antara lain adalah adanya kesenjangan visualisasi sehingga menghambat langkah pertama dalam PBL yaitu memahami masalah secara utuh. Kedua, adanya potensi narasi dan empati yang mengabaikan dimensi manusia dan konflik sosial di balik setiap kasus. Komik strip dalam hal ini mampu menyederhanakan kompleksitas kasus melalui pemecahan alur cerita menjadi beberapa bagian. Selain itu, keterbatasan perhatian mahasiswa di era informasi yang serbacepat membuat mahasiswa cenderung lebih mudah terdistraksi. Teks panjang dan padat membuat para mahasiswa cepat jenuh bahkan sebelum berhasil menggali inti persoalan hukumnya.”

“Kami melihat adanya gap antara teori hukum yang dipelajari di kelas dengan dinamika permasalahan yang sesungguhnya terjadi di masyarakat. Selain itu, mahasiswa sekarang merasa lebih akrab dengan konten visual dan naratif yang menarik. Edu-Komik Strip ini ada untuk kemudian menjembatani kedua hal tersebut”, jelas Raisha Haffandi, ketua tim peneliti.

Kehadiran Edu-Komik Strip ini diposisikan sebagai suplemen ajar penunjang yang berfungsi untuk memperkaya dan mempermudah proses PBL. Setiap panel dirancang untuk memicu diskusi mendalam dalam perkuliahan. Sebagai contoh panel adalah Nepotisme dalam Rekrutmen. Panel ini mengilustrasikan seorang pelamar yang mengandalkan status “anak wali kota” untuk memotong jalur seleksi yang mencerminkan praktik favoritisme yang merusak meritokrasi dan kepercayaan publik. Panel lain adalah Bumbu Kemiskinan. Panel ini mengangkat isu bahwa makanan mewah dipertanyakan sebagai hal yang boros dengan harga setara upah seminggu orang marginal dan memaksa kelompok marginal untuk merayakan “rasa penderitaan” sebagai kenikmatan.

“Dosen dapat menggunakan komik strip sebagai starting point yang efektif untuk memperkenalkan sebuah masalah hukum dalam perkuliahan karena visualisasi yang ada konkret dan dapat membantu mahasiswa untuk lebih cepat memahami scenario kasus. Diskusi mendalam, regulasi, dan aplikasinya dalam konteks Indonesia lebih hidup serta terfokus”, papar Adinda Dwi selaku dosen Hukum Universitas Negeri Malang.

Kehadiran Edu-Komik Strip Pendidikan Hukum Kontekstual ini menandai upaya serius akademisi untuk mendongkrak kualitas perkualiahan berbasis masalah. Inovasi sederhana namun potensial ini akan menjadikan pembelajaran hukum di Indonesia menjadi lebih menarik, relevan, dan berdampak nyata dalam mencetak calon-calon penegak hukum yang paham betul dengan akar permasalahan di negerinya sendiri.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Baca Juga

Jejak Perempuan di Dunia Akademis: Dari Marginalisasi ke Kesetaraan

Selama berabad-abad, dunia pendidikan didominasi oleh laki-laki. Akses terhadap ilmu pengetahuan secara sistematis tertutup bagi perempuan karena konstruksi sosial dan budaya patriarki memosisikan mereka hanya pada ranah domestik. Baru pada abad ke-20, pintu menuju pendidikan tinggi mulai terbuka bagi perempuan.

Di Balik Senyum Ceria Badut Ada Perjuangan di Balik Topeng Mereka

Mungkin bagi kebanyakan orang, badut hanyalah sosok penghibur dengan riasan wajah mencolok, topeng yang lucu dengan tingkah yang konyol. Namun, bagi kami, pekerjaan badut merupakan cerminan dari realita sosial yang seringkali terabaikan dan dianggap remeh oleh masyarakat dan pemerintah setempat. Fenomena badut jalanan ini banyak melibatkan anak-anak dan orang dewasa di berbagai kota Indonesia, hal ini menunjukkan adanya masalah sosial.

Hidup di Tepian Rel: Keterpaksaan atau Tuntutan

Perkembangan penduduk yang saat ini meningkat, yang tidak di imbangi dengan lapangan pekerjaan yang cukup menuntut masyarakat desa untuk melakukan urbanisasi yaitu pindah dari desa ke kota untuk mencari pekerjaan yang layak untuk menghidupi keluarganya. hal ini merupakan pemicu adanya ledakan penduduk di kota-kota besar, masyarakat yang datang ke kota untuk mencari pekerjaan dan merasa nyaman akhirnya memilih hidup di kota bersama keluarga.

Pandangan Stigma Pembagian Masyarakat Terhadap Perempuan Yang Bekerja Sebagai Ojek Online Di Kota Malang

Perkembangan zaman yang pesat, telah membawa perubahan besar dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam hal peran dan posisi perempuan di masyarakat. Dulu, perempuan lebih sering diidentikkan dengan tugas-tugas domestik, seperti mengurus rumah tangga, mengasuh anak, dan menjalankan pekerjaan yang dianggap “lembut” atau tidak membutuhkan mobilitas tinggi. Namun, seiring dengan meningkatnya kesadaran akan kesetaraan gender

Mereka Menyamar dan Menghancurkan: Inilah Wajah Asli Cyber Grooming

Teknologi komunikasi berkembang pesat di era globalisasi ini, memberikan akses luas ke dunia digital bagi seluruh lapisan masyarakat, termasuk anak-anak dan remaja. Dunia digital menawarkan banyak manfaat, di antaranya memperkaya sumber belajar dan memperluas jejaring sosial. Namun di balik kemudahan itu, tersembunyi ancaman berbahaya yang kerap luput dari pengawasan, yakni cyber grooming.

Artikel Terbaru

Scroll to Top