Pengembangan Kawasan Heritage di Madiun dengan Berbasis AI dan Motion Graphics 

Kawasan Pecinan-Hindis di Kota Madiun merupakan ruang kota yang kaya akan sejarah, nilai-nilai multikultural, dan warisan arsitektur kolonial yang membentuk identitas unik kota ini. Namun, potensi kawasan tersebut belum sepenuhnya tergarap secara optimal dalam sektor pariwisata, khususnya dalam konteks pariwisata perkotaan berbasis sejarah dan budaya. Menyadari pentingnya pengembangan kawasan berbasis potensi lokal, telah dilaksanakan Penelitian dan Pengabdian (PPM) oleh Fadhilla Putri Sakina, S.AP., M.AP selaku dosen Administrasi Publik pada Departemen Hukum dan Kewarganegaraan, Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Malang dengan judul penelitian “Participatory Action Research (PAR) untuk Pengembangan Digital Urban Tourism Berbasis Multi-Stakeholder di Kawasan Pecinan-Hindis Madiun”. Penelitian ini menggunakan pendekatan riset partisipatif sebagai metode utama, dengan melibatkan berbagai pihak—masyarakat lokal, komunitas sejarah Historian van Madioen (HvM), akademisi, dan pemerintah Kota Madiun.

Pendekatan Participatory Action Research (PAR) tidak hanya menjadikan masyarakat sebagai objek penelitian, tetapi mengangkat mereka sebagai mitra sejajar dalam proses transformasi sosial dan budaya kawasan. Masyarakat lokal dilibatkan secara aktif dalam menggali narasi sejarah, mendokumentasikan cerita lisan, serta merumuskan bentuk-bentuk atraksi wisata yang berbasis pada kearifan lokal dan identitas kawasan. Proses ini dilakukan melalui serangkaian diskusi yang dilakukan bersama dengan komunitas Historia van Madiun (HvM), observasi lapangan, dan pelatihan-pelatihan kreatif yang berfokus pada penguatan kapasitas warga. Salah satu inovasi yang dikembangkan adalah integrasi teknologi digital dalam pengalaman wisata, seperti pemanfaatan kode QR untuk informasi sejarah bangunan, penciptaan konten motion graphic dan audio-visual berbasis AI. 

Kegiatan ini tidak hanya memperkenalkan wisata digital sebagai bentuk adaptasi pariwisata terhadap era industri 4.0, tetapi juga sebagai alat penguat memori kolektif dan pemersatu komunitas dalam merawat ruang sejarahnya. Pecinan-Hindis sebagai representasi harmoni antara budaya Tionghoa, Hindia-Belanda, dan Jawa menjadi simbol penting pluralitas Kota Madiun yang layak diangkat ke panggung nasional bahkan internasional. Melalui kegiatan ini, pengembangan pariwisata tidak diarahkan semata-mata untuk kepentingan ekonomi, tetapi juga untuk memperkuat kesadaran sejarah, memperkuat jaringan sosial lintas etnis, dan menjadikan pariwisata sebagai media pembelajaran lintas generasi. Hal ini selaras dengan pernyataan yang diungkapkan oleh Septiyan selaku ketua dari Historia van Madioen (HvM) bahwa 

“upaya untuk merealisasikan projek seperti ini harus diimbangi dengan teknologi yang sesuai dengan perkembangan zaman, jika tidak maka akan kesulitan dalam mengembangkan kawasan heritage karena media promosi saat ini semua terintegrasi dengan media sosial”. 

Selain penguatan konten dan teknologi, aspek tata kelola juga menjadi fokus utama. Pendekatan multi-stakeholder mendorong terciptanya kolaborasi antara pemerintah kota sebagai regulator, komunitas budaya sebagai penjaga warisan, pelaku usaha sebagai motor ekonomi, serta akademisi sebagai pendukung inovasi dan analisis kebijakan. Sinergi ini diharapkan melahirkan ekosistem pariwisata kota yang tidak hanya inklusif dan berkeadilan, tetapi juga mampu menjawab tantangan pembangunan urban yang kompleks. Dalam jangka panjang, hasil kegiatan ini akan dituangkan dalam bentuk rencana aksi terpadu, panduan pengembangan wisata digital, serta penyusunan narasi visual sejarah yang dapat digunakan untuk kampanye promosi pariwisata Kota Madiun secara berkelanjutan.

Program ini juga membuka peluang pengembangan kawasan Pecinan-Hindis sebagai living museum digital yang dinamis, di mana sejarah, budaya, dan teknologi berpadu untuk menciptakan pengalaman wisata yang imersif, mendalam, dan relevan dengan generasi masa kini. Dengan membangun pariwisata yang berakar pada partisipasi warga dan dikuatkan oleh sentuhan teknologi, Kota Madiun diproyeksikan menjadi model pengembangan digital urban tourism di Indonesia, sekaligus menegaskan bahwa pelestarian warisan budaya bukanlah beban masa lalu, melainkan modal masa depan. Kegiatan ini membuktikan bahwa transformasi kawasan bersejarah bukan hanya mungkin, tetapi sangat potensial bila dikerjakan bersama oleh semua pihak yang mencintai kotanya.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Baca Juga

Jejak Perempuan di Dunia Akademis: Dari Marginalisasi ke Kesetaraan

Selama berabad-abad, dunia pendidikan didominasi oleh laki-laki. Akses terhadap ilmu pengetahuan secara sistematis tertutup bagi perempuan karena konstruksi sosial dan budaya patriarki memosisikan mereka hanya pada ranah domestik. Baru pada abad ke-20, pintu menuju pendidikan tinggi mulai terbuka bagi perempuan.

Di Balik Senyum Ceria Badut Ada Perjuangan di Balik Topeng Mereka

Mungkin bagi kebanyakan orang, badut hanyalah sosok penghibur dengan riasan wajah mencolok, topeng yang lucu dengan tingkah yang konyol. Namun, bagi kami, pekerjaan badut merupakan cerminan dari realita sosial yang seringkali terabaikan dan dianggap remeh oleh masyarakat dan pemerintah setempat. Fenomena badut jalanan ini banyak melibatkan anak-anak dan orang dewasa di berbagai kota Indonesia, hal ini menunjukkan adanya masalah sosial.

Hidup di Tepian Rel: Keterpaksaan atau Tuntutan

Perkembangan penduduk yang saat ini meningkat, yang tidak di imbangi dengan lapangan pekerjaan yang cukup menuntut masyarakat desa untuk melakukan urbanisasi yaitu pindah dari desa ke kota untuk mencari pekerjaan yang layak untuk menghidupi keluarganya. hal ini merupakan pemicu adanya ledakan penduduk di kota-kota besar, masyarakat yang datang ke kota untuk mencari pekerjaan dan merasa nyaman akhirnya memilih hidup di kota bersama keluarga.

Pandangan Stigma Pembagian Masyarakat Terhadap Perempuan Yang Bekerja Sebagai Ojek Online Di Kota Malang

Perkembangan zaman yang pesat, telah membawa perubahan besar dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam hal peran dan posisi perempuan di masyarakat. Dulu, perempuan lebih sering diidentikkan dengan tugas-tugas domestik, seperti mengurus rumah tangga, mengasuh anak, dan menjalankan pekerjaan yang dianggap “lembut” atau tidak membutuhkan mobilitas tinggi. Namun, seiring dengan meningkatnya kesadaran akan kesetaraan gender

Mereka Menyamar dan Menghancurkan: Inilah Wajah Asli Cyber Grooming

Teknologi komunikasi berkembang pesat di era globalisasi ini, memberikan akses luas ke dunia digital bagi seluruh lapisan masyarakat, termasuk anak-anak dan remaja. Dunia digital menawarkan banyak manfaat, di antaranya memperkaya sumber belajar dan memperluas jejaring sosial. Namun di balik kemudahan itu, tersembunyi ancaman berbahaya yang kerap luput dari pengawasan, yakni cyber grooming.

Artikel Terbaru

Scroll to Top