Sebuah terobosan akademik berhasil dicapai melalui sinergi antara Universitas Negeri Malang (UM) dan MAN 2 Kota Malang dalam meningkatkan kompetensi professional guru. Penelitian kolaboratif yang dipimpin oleh tim ahli dari UM berhasil mengembangkan platform pembelajaran berbasis web yang memadukan kekayaan Wastra Nusantara dengan materi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) sekaligu sebagai media penguatan kapastas guru dalam framework Technological, Pedagogical, Content Knowledge (TPACK). Inisiatif ini merevitalisasi pembelajaran PPKn dan menciptakan model pengembangan professional guru berbasis teknologi-budaya yang inovatif.
Kolaborasi akademik ini muncul sebagai respon atas temuan lapangan di MAN 2 Kota Malang yang menunjukkan masalah rendahnya keterlibatan peserta didik dalam pembelajaran PPKn yang dianggap abstrak. Dr. Rosyid Al Atok sebagai ketua penelitian menjelaskan bahwa terlihat adanya potensi besar dalam Wastra Nusantara sebagai medium kontekstual yang bisa menghubungkan nilai-nilai kebangsaan dengan realitas budaya para peserta didik.
Tim peneliti UM merancang platform digital sebagai jembatan kontekstual yang mengubah wastra dari artefak budaya menjadi living curriculum untuk mengatasi identifikasi masalah yang telah ditemukan. Melalui pendekatan TPACK terintegrasi menjadikan guru mengalami transformasi pedagogis, guru belajar membongkar simbol filosofis dalam motif wastra dan mentransformasikannya menjadi analogi konkret untuk menjelaskan prinsip-prinsip kebangsaan. Proses ini sekaligus menjadi laboratorium pengembangan professional di mana guru secara kolaboratif mengasah tiga kompetensi kunci dalam penguasaan konten budaya, strategi pembelajaran berbasis digital, dan kemampuan menyelaraskan filosofi wastra dengan materi PPKn sehingga dapat menciptakan siklus peningkatan kapasitas yang organik dan berkelanjutan.
Penelitian yang dilakukan menggunakan metode Research and Development (R&D) yang menghasilkan web. Web tersebut menghadirkan pendekatan baru melalui galeri digital wastra yang menunjukkan banyak motif wastra dari berbagai daerah beserta penjelasan dari motif serta sejarah dan ciri khas wastra dari berbagai daerah.
Platform ini meninggalkan tiga warisan abadi yaitu repositori digital wastra, model pembelaran kontekstual, dan ekosistem kolaboratif antara akademisi, praktik pendidikan, dan pelestari budaya. “Ini bukan sekedar inovasi teknologi saja, tapi juga sebagai upaya untuk memulihkan memori kolektif bangsa” pungkas DR. Rosyid Al Atok. Andhika Yudha sebagai anggota tim penelitian juga menyebutkan bahwa ketika generasi muda memahami Pancasila bukan abstraksi, tetapi sebagai yang terus hidup dalam setiap tenun nenek moyang mereka, maka kita sedang menanamkan jiwa kebangsaan yang autentik.
Kolaborasi UM-MAN 2 Kota Malang ini menorehkan warisan transformasional dalam tiga lapis keberlanjutan: pertama, platform wastra menjadi living archive yang menjaga memori kolektif bangsa sekaligus kurikulum dinamis berbasis kebudayaan. Kedua, model TPACK berbasis kearifan lokal ini menawarkan paradigma baru pengembangan bagi guru, bahwa teknologi bukanlah menjadi tujuan akhir, namun menjadi katalis untuk menghidupkan pedagogi berbasis identitas. Terakhir, ekosistem kolaboratif antara akademisi-guru telah menjadi prototype sinergitas yang mengubah riset pendidikan dari Menara gading menjadi solusi kontekstual. Sebagaimana diungkapkan oleh Kiki Ayu Arifah, S.Pd, “Ini adalah pemulihan jalur pengetahun di mana dari kearifan lokal nenek moyang kembali dirajut menjadi alat pendidikan yang kekinian oleh guru dan kemudian ditransmisikan ke generasi digital”.
Visi besar yang kini dirintis adalah transformasi platform untuk menjadi tempat generasi muda mempelajari motif wastra dan merajutnya dalam praktik kewargaan digital. Seperti disimpulkan oleh Andhika Yudha bahwa ketika anak-anak kelak menjadikan filosofi ‘Sido Mukti’ sebagai kerangka membangun keadilan sosial, atau menjadikan ‘Parang Rusak’ sebagai filter menilai kebijakan publik, di situlah benang-benang wastra telah menjadi tenun kebangsaan abad ke-21.” Esensi dari optimalisasi penelitian ini adalah guru sebagai penenun yang menyambung benang warisan budaya dengan benang masa depan bangsa.




